Kawan. Apakah kita berkawan? Jika belum, mari kita berkawan. Jika tidak ingin, tak perlu berkawan. Tapi bisakah kita tak saling bermusuhan, dan hanya berkawan? Maaf, aku tak bisa menjanjikan apa-apa atas perkawanan kita. Aku juga tak bisa mengiming-imingimu akan menjadi kawan seperti apakah aku. Bahkan, aku tak bisa memberimu penjelasan, aku ini sesuatu berupa apa, sehingga kau bisa memutuskan akan berkawan denganku atau tidak. Tapi, kau mungkin perlu tahu, berkawan atau tidak, kau berhak memanggilku dengan sebutan: anjing.
Andai aku boleh menggambarkan diriku dalam satu kata, aku pilih berantakan. Entahlah. Tapi rasanya, menarik sekali kata itu. Kalau saja boleh sedikit berlebihan, aku bergetar setiap mendengarnya. Tapi maaf, aku tak benar-benar yakin apakah aku benar-benar berantakan. Entahlah. Apakah bagimu itu cukup dijadikan alasan untuk berkawan. Maka bebaskan dirimu. Bebaskan untuk memilih berkawan denganku atau tidak. Bebaskan saja. Agar kau bisa memanggilku dengan sebutan: anjing.
Lalu bagaimana dengan hari: pagi, siang, senja, dan malam hari? Apakah kau memandangnya seperti ku menterjemahkan hari? Kesamaan kita menatapnya mungkin bisa menjadi alasan kita berkawan. Perbedaan kita memaknainya juga mungkin bisa menjadi alasan kita berkawan. Tapi, kau selalu boleh mengabaikanku dan tidak berkawan. Seperti kau selalu boleh memanggilku dengan sebutan: anjing.
Aku: berantakan: anjing. Ingat atau abaikan itu. Aku: berantakan: anjing. Kemudian, putuskan dengan merdeka. Jangan kau paksa dan biarlah merdeka. Apakah keputusan untuk berkawan, ataukah keputusan untuk tidak berkawan. Tapi tahan dirimu dari keputusan untuk bermusuhan. Denganku, Kawan. Merdekakan. Seperti merdekanya kau memanggilku dengan sebutan: anjing.
Aku terbiasa dan menikmati ceria dan muram hari dalam hidupku. Seperti kau terbiasa dan menikmati ceria dan muram hari dalam hidupmu. Maka terbiasa dan nikmatilah ceria dan muramnya memanggilku dengan sebutan: anjing. Sederhana saja. Jika kau bahagia karenanya.
by : AriFun